بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut ini pembahasan tentang dusta, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.

Ta’rif Dusta dan Larangan Melakukannya

Dusta yaitu seseorang mengucapkan sebuah perkataan yang bertentangan dengan kebenaran dan kenyataan, ia merupakan salah satu tanda munafik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu tiga; apabila berbicara berdusta, apabila berjanji mengingkari dan apabila dipercaya, ia berkhianat.” (Muttafaq ‘alaih)

Ketahuilah, bahwa orang yang berdusta tidak bisa berusaha menutupi dustanya atau mengingkarinya, bahkan kedustaan itu akan tampak darinya.  Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seseorang tidak akan bisa menyembunyikan sesuatu kecuali akan tampak pada lisannya yang gugup dan tampilan mukanya,”

Dan tidak ada istilah dusta putih dan dusta hitam, atau dusta kecil dan dusta besar, semua dusta adala dibenci dan harus dijauhkan. Seorang muslim akan dihisab terhadap dusta yang dilakukannya dan akan diberikan hukuman meskipun dustanya kecil. Disebutkan dalam hadits, bahwa Abdullah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Suatu hari ibuku memanggilku, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk di rumah kami, lalu ibuku berkata, “Kemarilah, aku akan memberimu.” Maka Beliau bersabda, “Apakah engkau tidak bermaksud memberinya?” Ia menjawab, “Aku bermaksud memberinya kurma.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِهِ شَيْئًا كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةٌ

“Keathuilah, jika engkau tidak memberinya sesuatu, maka akan dicatat satu kedustaan bagimu.” (HR. Abu Dawud dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1319)

Dusta yang Diperbolehkan

Ada tiga keadaan yang diberikan keringanan bagi seseorang untuk berdusta dan mengatakan yang tidak sesuai dengan kenyataan, dan Allah tidak akan menghukumnya bahkan akan memberinyta pahala. Keadaan itu adalah:

Pertama, mendamaikan antara kedua pihak yang bertengkar.

Jika kita mengetahui ada dua orang saudara kita sedang bertengkar dan kita berusaha mendamaikan keduanya, maka tidak mengapa bagi kita untuk berkata kepada yang pertama, “Sesungguhnya fulan mencintaimu dan menyebut kebaikan padamu,” dan kita katakan kepada orang yang kedua kata-kata seperti itu. Demikianlah, agar kedua orang yang bertengkar kembali kepada keadaan semua, yaitu saling cinta dan mengasihi.

Kedua, berdusta terhadap musuh.

Contoh: jika seorang muslim tertawan oleh musuh dan mereka meminta beberapa informasi tentang negerinya, maka hendaknya ia tidak memberitahukan informasi yang mereka inginkan itu, bahkan ia memberikan informasi dusta agar tidak merugikan negerinya.

Ketiga, dalam kehidupan rumah tangga.

Sesunguhnya tidak termasuk adab Islam seorang suami berkata kepada istrinya bahwa dirinya jelek dan bahwa ia tidak menyukainya serta tidak berharap kepadanya, bahkan bagi suami hendaknya menyenangkan hati istrinya, membuatnya ridha, menyifatinya dengan sifat cantik dan menerangkan kebahagiaan dirinya dengannya meskipun dusta. Demikian pula istri hendaknya melakukan demikian kepada suaminya, dan hal ini tidak termasuk dusta.

Ibnu Syihab berkata, “Saya tidak pernah mendengar diperbolehkannya dusta yang diucapkan oleh manusia kecuali dalam tiga hal, yaitu; dusta dalam peperangan, dusta untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, dan dusta suami terhadap istri atau istri terhadap suami. (Diriwayatkan oleh Muslim)

Seorang Muslim tidak Berdusta ketika Memuji atau ketika Bercanda

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan beberapa orang munafik yang suka memuji orang-orang di hadapan mereka meskipun dengan dusta, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمُ اْلَمدَّاحِيْنَ فَاحْثُوْا فِي وُجُوْهِهِمُ التُّرَابَ

“Apabila kamu melihat orang-orang yang suka memuji, maka taburkanlah tanah ke mukanya.” (HR. Muslim)

Ada pula beberapa orang yang ingin membuat orang lain tertawa namun dengan cara berdusta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal itu, Beliau bersabda,

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالْحَدِيثِ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ فَيَكْذِبُ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

“Celaka orang yang menyampaikan sebuah cerita agar orang-orang tertawa dengan berdusta, celakalah dia dan celakalah dia.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Hakim, dan dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 7136)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku adalah pemimpin di sebuah rumah di sekitar surga bagi orang yang meninggalkan berdebat meskipun benar. Aku adalah pemimpin di sebuah rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun bercanda, dan di sebuah rumah di bagian atas surga bagi orang yang baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dan Adh Dhiyaa’, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1464)

Oleh karena itulah, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu ketika mendengar ada orang yang memujinya, ia berkata,

اَللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ بِيْ مِنْ نَفْسِيْ، وَاَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِيْ مِنْهُمْ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ خَيْرًا مِمَّا  يَظُنُّوْنَ، وَاغْفِرْ لِيْ مَا  لاَ يَعْلَمُوْنَ، وَلاَ تُؤَاخِذْنِيْ بمَا  يَقُوْلُوْنَ.

“Ya Allah, Engkau lebih tahu tentangku daripada diriku dan aku lebih tahu tentang diriku daripada mereka. Ya Allah, jadikanlah akui lebih baik daripada yang mereka kira, ampunilah kesalahan yang ada padaku yang tidak mereka ketahui dan janganlah Engkau hukum aku karena apa yang mereka ucapkan.”

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji’ : Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li abhatsil Qur’ani was Sunnah), http://islam.aljayyash.net/Modul Akhlak kelas 8 (Penulis), dll.