بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut ini pembahasan tentang qana’ah, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Dikisahkan[i], bahwa ada tiga orang yang berjalan di sebuah jalan, tiba-tiba mereka menemukan harta karun, lalu mereka bersepakat untuk membagi sama rata. Sebelum mereka melakukannya, mereka merasakan lapar yang sangat, maka mereka mengutus salah seorang di antara mereka ke kota untuk membawakan makanan dan berpesan kepadanya untuk merahasiakan (harta karun itu) agar tidak ada orang lain yang memintanya. Di tengah perjalanan membawakan makanan, maka terlintaslah dalam dirinya untuk berlepas dari kedua kawannya dan mengambil sendiri harta karun itu, maka ia pun membeli racun dan menaruhnya di dalam makanan. Pada saat itu juga, kedua kawannya sepakat untuk membunuhnya jika telah kembali agar keduanya membagi harta karun di antara mereka berdua saja. Saat orang itu kembali dengan membawa makanan beracun, maka kedua kawannya membunuhnya, lalu keduanya duduk dan memakan makanan itu, maka kemudian keduanya juga mati karena pengaruh racun itu, sehingga mereka semua tidak dapat menikmati harta karun tersebut. Demikianlah akibat orang yang rakus, tamak, dan serakah.

Seorang sahabat yang mulia, yaitu Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu pernah pergi mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta kepada Beliau harta, lalu Beliau memberinya, kemudian ia meminta lagi, dan Beliau memberinya, ia meminta lagi, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya lagi, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya sambil menasihatinya,

يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَة، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى.

“Wahai Hakim! Sesungguhnya harta ini hijau lagi manis[ii]. Barang siapa yang mengambilnya dengan qana’ah (tidak tamak), maka akan diberikan keberkahan padanya, tetapi barang siapa yang mengambilnya dengan hati yang tamak, maka tidak akan diberikan keberkahan, sehingga seperti orang yang makan namun tidak kenyang, dan tangan di atas (memberi) lebih baik daripada tangan di bawah (menerima). (Muttafaq ‘alaihi)

Maka setelahnya Hakim berjanji kepada Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam untuk tidak meminta sedikit pun harta dari seseorang sampai ia meninggal dunia. Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pernah memintanya hadir agar diberi bagiannya dari harta yang ada, lalu ia menolak untuk menerima sedikit pun darinya, dan ketika Umar radhiyallahu ‘anhu menjabat sebagai khalifah, maka Umar memanggilnya untuk diberinya harta, namun Hakim tetap menolaknya, maka Umar berkata, “Wahai kaum muslimin, aku jadikan kalian sebagai saksi terhadap Hakim, bahwa sesunggunya aku telah menawarkan haknya yang Allah berikan untuknya dalam harta fai’[iii] ini, lalu ia menolak untuk menerimanya.

Demikianlah Hakim, ia senantiasa qana’ah, tidak berharap kepada harta setelah nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diterimanya, yaitu untuk tidak meminta sesuatu kepada seseorang, sampai-sampai tidak mengambil haknya dan hidup dari hasil kerja dan usahanya.

Apakah Qana’ah Itu?

Qana’ah artinya ridha dengan pembagian Allah meskipun sedikit dan tidak berharap kepada apa yang ada di tangan orang lain. Ia merupakan tanda kejujuran iman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh beruntunglah orang yang masuk Islam dan diberikan rezeki yang cukup serta dijadikan qana’ah oleh Allah terhadap pemberian-Nya.” (HR. Muslim)

Qana’ah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang puas dengan apa yang  ada padanya, Beliau tidak meminta sesuatu pun kepada orang lain dan tidak memperhatikan apa yang ada pada orang lain. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendagangkan harta Khadijah radhiyallahu ‘anha, lalu mendapatkan keuntungan yang banyak tanpa ada rasa tamak kepada harta itu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidur di atas tikar, lalu para sahabat melihatnya, sedangkan tikar itu membekas di rusuk Beliau, sehingga mereka ingin membuatkan untuk Beliau kasur yang lembut agar Beliau berbaring di atasnya, lalu Beliau bersabda,

مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

“Apa urusanku dengan dunia. Aku di dunia ini tidak lain seperti seorang penunggang kendaraan yang berteduh di bawah sebuah pohon, lalu pergi meningalkannya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5668)

Tidak Ada Qana’ah Dalam Mengerjakan Kebaikan

Seorang muslim menerima apa adanya pembagian Allah untuknya dalam hal yang terkait dengan dunia. Adapun dalam mengerjakan kebaikan dan dalam beramal saleh, maka ia selalu berharap terus untuk menambah kebaikannya sesuai dengan firman Allah Ta’ala,

وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

“Berbekallah, karena sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah: 197)

Keutamaan Qana’ah

Seorang yang qana’ah akan dicintai Allah dan dicintai manusia. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seseorang,

ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللهُ، وازْهَدْ فِيمَا  عِنْدَ النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ

“Zuhudlah kepada dunia niscaya Allah mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan lainnya, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 922)

Qana’ah juga mewujudkan kebaikan yang besar bagi seseorang di dunia dan akhirat.

Dan di antara Keutamaan Qana’ah juga adalah:

  1. Qana’ah merupakan sebab keberkahan

Qana’ah merupakan harta karun yang tidak akan habis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitahukan kita bahwa ia adalah kekayaan yang paling utama, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرْضِ، وَلَكِنَّ اْلغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Kaya itu bukanlah dengan banyaknya harta benda, tetapi kaya itu adalah kepuasan jiwa.” (Muttafaq ‘alaih)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barang siapa di antara kamu yang pagi harinya aman, sehat jasadnya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia telah diberikan kepadanya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6042)

Seorang muslim ketika merasa qana’ah dan ridha dengan pembagian Allah untuknya, maka ia akan menjadi manusia yang kaya, mulia di antara mereka dan tidak hina kepada seseorang pun. Adapun tamaknya seseorang dan berharap tambahan, maka akan menjadikannya hina kepada manusia dan hilang kemuliannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ

“Dan ridhalah kamu kepada pembagian Allah kepadamu, niscaya kamu akan menjadi manusia paling kaya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 100)

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga bersabda,

الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ

“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mualailah dengan orang yang engkau tanggung, dan sebaik-baik sedekah adalah yang di luar kelebihan, dan barang siapa yang berusaha menjaga dirinya, niscaya Allah akan menjaganya, dan barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan mencukupkannya.” (HR. Ahmad dan Bukhari)

  1. Qana’ah merupakan jalan ke surga

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan, bahwa seorang muslim yang qana’ah yang tidak meminta-minta kepada manusia pahalanya adalah surga, Beliau bersabda,

مَنْ يَكْفُلُ لِيْ أَنْ لاَ يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا وَأَتَكَفَّلَ لَهُ بِالْجَنَّةِ؟، فَقَالَ ثَوْباَنُ: اَنَا. فَكَانَ لاَ يَسْأَلُ أَحَدًا شَيْئًا

“Siapa yang mau menjamin untukku untuk tidak meminta sesuatu kepada manusia sesuatu, niscaya aku akan jamin baginya surga?” Lalu Tsauban berkata, “Saya.” Maka kemudian Tsauban tidak meminta sesuatu apa pun kepada manusia. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6604)

  1. Qana’ah merupakan kemuliaan bagi diri

Qana’ah menjadikan pelakunya merdeka sehingga tidak dapat dikuasai oleh orang lain. Adapun tamak, maka menjadikan pelakunya budak bagi orang lain. Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tamak adalah perbudakan yang kekal.” Ada pula yang berkata, “Akan mulia orang yang qana’ah dan akan hina orang tamak.”

  1. Qana’ah adalah jalan untuk memperoleh ketenangan jiwa

Seorang muslim yang qana’ah akan hidup dalam ketenangan, keamanan, dan ketenteraman yang langgeng, adapun orang yang tamak, maka ia hidup dalam keadaan gelisah dan tidak stabil di atas satu keadaan. Dalam hadits qudsi disebutkan, Allah Azza wa Jalla berfirman,

يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ مَلَأْتُ صَدْرَكَ شُغْلًا وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ

“Wahai anak Adam! Sempatkanlah untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku akan menutupi kebutuhanmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak akan menutup kebutuhanmu.” (HR. Ibnu Majah dan lain-lain, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1914)

Seorang yang bijak berkata, “Kegembiraan di dunia diperoleh dengan qana’ah terhadap rezeki yang diberikan kepadamu, sedangkan kesedihannya adalah ketika engkau berduka cita terhadap sesuatu yang tidak diberikan kepadamu.”

Wallahu 'alam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji' : Al Qur'anul Karim, Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu'ah Haditsiyyah MushaghgharahMausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situswww.islam.aljayyash.net), Modul Akhlak kelas 8 (penulis), dll. 

 

[i] Kisah ini disebutkan untuk diambil pelajaran daripadanya terlepas dari shahih tidaknya kisah ini, wallahu a’lam.

[ii] maksudnya seseorang itu cenderung kepada harta sebagaimana ia cenderung kepada buah yang manis dan lezat.

[iii] Yaitu harta rampasan dari musuh tanpa melalui peperangan.