بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:

Berikut ini syarah ringkas terhadap kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzanhafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Biografi Singkat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah

Beliau adalah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali dari kabilah Bani Tamim. Beliau seorang tokoh Dakwah Sunnah di wilayah Nejed dan sekitarnya.

Beliau lahir di kota Uyaynah dekat kota Riyadh pada tahun 1115 H, hapal Al Quran sejak kecil, dan belajar kepada ayahnya yang ketika itu menjabat sebagai hakim di kota Uyaynah. Beliau juga belajar kepada para ulama Nejed, Madinah, Ahsa’, dan Basrah, sehingga memiliki ilmu yang cukup yang membuatnya siap terjun dalam bidang Dakwah. Di masa Beliau sudah banyak tersebar kebidahan, khurafat, tabarruk (ngalap berkah) kepada kuburan, pohon, dan bebatuan, maka Beliau rahimahullah bangkit meluruskan akidah umat agar mereka memurnikah ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Untuk itu, di samping terjun secara langsung berdakwah, Beliau menyusun pula kitab yang berkah yang kita akan pelajari insya Allah, yaitu Kitabut Tauhid. Pada kitab tersebut, Beliau menerangkan Tauhid dan Syirk, pembatal tauhid, dan hal yang mengurangi kesempurnaannya.

Selama hidupnya, Beliau mengajar dan berdakwah kepada Allah Ta’ala, melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar hingga Beliau wafat di kota Dir’iyyah dekat kota Riyadh pada tahun 1206 H, semoga Allah membalas jasa-jasa Beliau terhadap Islam dan kaum muslimin, Allahumma amin.

**********

Kitab Tauhid

Firman Allah Ta’ala,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ-مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ- إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku-Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.--Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz Dzaariyat: 56-58)

**********

Penjelasan:

Kitab yang Beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) susun ini menjelaskan tentang tauhid yang Allah wajibkan kepada hamba-hamba-Nya dan Dia menciptakan mereka karenanya. Demikian juga menjelaskan tentang hal yang menafikannya berupa syirk akbar atau yang menafikan kesempurnaannya berupa syirk kecil.

Tauhid artinya mengesakan Allah dalam beribadah.

Ibadah secara bahasa artinya tunduk dan menghinakan diri. Sedangkan secara istilah, ibadah adalah istilah terhadap semua yang dicintai Allah dan diridhai-Nya baik berupa ucapan maupun amalan; yang tampak maupun yang tersembunyi (amalan hati).

Maksud firman Allah Ta’ala, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzaariyat: 56) adalah bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Ayat ini menerangkan hikmah dari penciptaan mereka. Allah Subhaanahu wa Ta’ala tidaklah menginginkan dari mereka sebagaimana yang diinginkan oleh para tuan kepada para budaknya, yaitu membantu rezeki dan makan mereka, tetapi yang Dia inginkan adalah maslahat (kebaikan) untuk hamba-hamba-Nya.

Ayat tersebut juga menunjukkan wajibnya tauhid, yakni mengesakan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala.

Dari ayat tersebut, kita dapat menarik beberapa kesimpulan:

  1. Wajibnya manusia dan jin mengesakan Allah dalam beribadah,
  2. Hikmah diciptakan jin dan manusia,
  3. Al Khaliq (yang menciptakan) itulah yang berhak disembah dan diibadati saja, bukan sesuatu yang tidak dapat menciptakan seperti patung dan berhala,
  4. Mahakaya Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan tidak butuhnya Dia kepada makhluk, bahkan makhluklah yang butuh kepada-Nya,
  5. Menetapkan sifat hikmah (bijaksana) dalam tindakan Allah Azza wa Jalla.
  6. Rezeki berasal dari Allah Azza wa Jalla, akan tetapi hamba diperintahkan mengerjakan sebab-sebab yang mendatangkan rezeki, yang di antaranya adalah beribadah kepada-Nya saja.
  7. Di antara nama Allah adalah Ar Razzaq (Maha Pemberi rezeki) dan Al Matin (Mahakokoh).

 **********

Firman Allah Ta’ala,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu." (QS. An Nahl: 36)

**********

Penjelasan:

Rasul artinya seorang yang mendapat wahyu dan diperintahkan menyampaikannya.

Thaghut secara bahasa artinya melampaui batas. Secara istilah, thaghut adalah semua yang disembah selain Allah sedangkan ia ridha disembah.

Maksud ayat di atas adalah Allah Subhaanahu wa Ta’ala memberitahukan, bahwa Dia telah mengutus pada setiap umat seorang rasul yang mengajak mereka menyembah hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan meninggalkan sesembahan selain-Nya, Dia senantiasa mengutus para rasul untuk mengajak kepada tauhid sejak terjadinya kemusyrikan pada anak cucu Adam, yaitu pada zaman Nabi Nuh ‘alaihis salam hingga Dia tutup dengan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ayat di atas juga menunjukkan, bahwa dakwah kepada tauhid dan larangan terhadap syirk merupakan tugas utama semua rasul dan para pengikutnya. Bahkan Nabi Isa ‘alaihis salam yang disembah oleh orang-orang Nasrani pun menyeru kepada tauhid dan melarang pengikutnya menyembah selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“Padahal Al Masih (sendiri) berkata, "Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al Maa’idah: 72)

Dari ayat tersebut, kita dapat menarik beberapa kesimpulan:

  1. Hikmah diutusnya para rasul adalah untuk menyerukan manusia kepada tauhid dan melarang syirk,
  2. Agama para nabi adalah sama, yaitu Islam, Hal itu, karena Islam jika diartikan secara umum adalah beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan menjauhi sesembahan selain Allah sesuai syari’at rasul yang diutus. Oleh karena itulah, agama para nabi adalah Islam. Orang-orang yang mengikuti rasul di zaman rasul tersebut diutus adalah orang Islam (muslim). Orang-orang Yahudi adalah muslim di zaman Nabi Musa ‘alaihis salam diutus dan orang-orang Nasrani adalah muslim di zaman Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam diutus, adapun setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang muslim adalah orang yang mengikuti (memeluk) agama Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan yang tidak mau memeluk agama Beliau adalah orang-orang kafir.
  3. Setiap umat telah diutus rasul oleh Allah azza wa Jalla, dan bahwa hujjah telah tegak atas mereka,
  4. Manusia setelah diciptakan dan diberikan rezeki tidak dibiarkan begitu saja; tanpa diberi perintah dan tanpa dilarang.
  5. Keagungan tauhid, dan bahwa semua umat wajib bertauhid,
  6. Dalam pernyataan Laailaahaillallah terdapat nafyu (meniadakan sesembahan selain Allah) dan itsbat (menetapkan bahwa ibadah hanya untuk Allah saja). Hal ini menunjukkan, bahwa tauhid tidak dapat tegak tanpa keduanya (nafyu & itsbat).

**********

Firman Allah Ta’ala,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu.” (QS. Al Israa’: 23)

**********

Penjelasan:

Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan agar kita tidak menyembah selain hanya kepada-Nya, dan agar seorang anak berbakti kepada kedua orang tuanya dan berbuat baik dalam perkataan maupun perbuatan serta tidak menyakitinya. Yang demikian adalah karena orang tuanya telah mengurus dan mendidiknya dari sejak kecil dan pada saat kondisinya masih lemah hingga ia dewasa dan menjadi kuat.

Ayat di atas juga menunjukkan, bahwa tauhid adalah hak yang paling agung dan kewajiban yang paling wajib, karena Allah memulai perintah dengannya, dan Dia tidaklah memerintah kecuali dari yang paling penting.

Dari ayat tersebut, kita dapat menarik beberapa kesimpulan:

  1. Tauhid adalah kewajiban pertama yang Allah wajibkan, dan hak Allah yang harus dilakukan hamba.
  2. Dalam kalimat Laailaahaillallah terdapat nafyu dan itsbat, yakni meniadakan sesembahan selain Allah dan menetapkan bahwa ibadah itu hanya untuk Allah saja.
  3. Tingginya hak orang tua, karena setelah disebutkan hak Allah, maka disebutkan hak orang tua.
  4. Wajibnya berbuat baik kepada kedua orang tua dengan berbagai bentuknya.
  5. Haramnya durhaka kepada kedua orang tua.

**********

Firman Allah Ta’ala,

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (QS. An Nisaa’: 36)

**********

Penjelasan:

Syirk atau mempersekutukan Allah Azza wa Jalla maksudnya menyamakan selain Allah Azza wa Jalla dengan Allah Azza wa Jalla dalam hal yang menjadi kekhususan-Nya.

Dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta’ala menyuruh hamba-hamba-Nya beribadah hanya kepada-Nya dan melarang mereka berbuat syirk atau mengarahkan berbagai macam ibadah kepada selain-Nya. Dalam ayat ini pula, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memulai perintah-Nya dengan tauhid dan melarang syirk, dan di dalamnya terdapat tafsiran tauhid, yaitu beribadah hanya kepada Allah saja dan meninggalkan syirk.

Dari ayat tersebut, kita dapat menarik beberapa kesimpulan:

  1. Wajibnya mengesakan Allah dalam beribadah, bahkan itu adalah perintah Allah yang pertama, sehingga ia merupakan kewajiban yang pertama didahulukan.
  2. Haramnya berbuat syirk, bahkan itu adalah larangan Allah yang pertama, sehingga ia merupakan larangan yang pertama dijauhi.
  3. Menjauhi syirk merupakan syarat sahnya ibadah, karena Allah menggandengkan perintah beribadah dengan larangan berbuat syirk.
  4. Syirk hukumnya haram, baik syirk besar maupun syirk kecil, karena kata “syai” (sesuatu pun) adalah bentuk nakirah dalam susunan nahyu (larangan) sehingga menunjukkan bahwa larangan syirk adalah umum, baik syirk akbar (besar) maupun syirk asghar (kecil).
  5. Tidak boleh mengadakan sekutu bagi Allah Azza wa Jalla dalam beribadah kepada-Nya, baik berupa malaikat, nabi, orang salih, patung, berhala, dan lainnya.

Bersambung...

Marwan bin Musa

 

Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al fauzan), Al Jadid fii Syarh Kitab At Tauhid (Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Al Qar’awiy), Software Al Bahits versi 5.0, dll.