بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'd:

Berikut ini lanjutan pembahasan tentang fiqh wudhu. Semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Pembatal-pembatal Wudhu

Hal-hal yang membatalkan wudhu adalah:

1. Keluarnya sesuatu dari dua jalan (qubul dan dubur).

Sesuatu yang keluar bisa berupa air kencing, kotoran, mani, madzi, darah istihadhah, dan angin; baik banyak maupun sedikit. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ

“Atau salah seorang di antara kamu datang dari tempat buang air.” (Terj. QS. An Nisaa’: 43)

Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

«لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ»

“Shalat salah seorang di antara kamu tidaklah diterima ketika berhadats sampai ia berwudhu.” (HR. Muslim)

Demikian pula sabda Beliau shallallahu alaihi wa sallam tentang orang yang ragu-ragu; apakah; ia buang angin atau tidak,

فَلاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتاً أَوْ يَجِدَ رِيْحاً

“Maka janganlah ia keluar (dari shalatnya) sampai ia mendengar suara atau mencium baunya.” (Muttafaq ‘alaih)

2. Keluarnya najis dari badannya.

Jika berupa air kencing atau kotoran, maka batal secara mutlak. Tetapi jika selainnya seperti darah dan muntah, maka jika banyak sebaiknya ia berwudhu untuk kehati-hatian, tetapi jika ringan atau sedikit, maka tidak perlu berwudhu berdasarkan kesepakatan para ulama.

3. Hilang akal baik karena pingsan atau tidur.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«وِكَاءُ السَّهِ الْعَيْنَانِ، فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ»

“Tali pengikat dubur itu kedua mata. Barang siapa yang tidur, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dan dihasankan oleh Al Albani).

Adapun gila, pingsan, mabuk, dan sebagainya, maka semua ini membatalkan berdasarkan ijma’.

Dan tidur yang membatalkan adalah tidur nyenyak, dimana seseorang sudah tidak sadar lagi. Adapun tidur yang ringan, maka tidaklah membatalkan wudhu karena para sahabat radhiyallahu ‘anhum pernah menunggu waktu shalat sampai mengantuk, lalu mereka bangun dan shalat tanpa berwudhu terlebih dahulu (sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim).  

4. Memegang kemaluan tanpa penghalang.

Hal ini berdasarkan hadits Busrah binti Shafwan radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ»

“Barang siapa yang memegang kemaluannya, maka hendaknya ia berwudhu.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, ia berkata, “Hadits hasan shahih,” Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa’ 1/150).

Dalam hadits Abu Ayyub dan Ummu Habibah disebutkan,

«مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ، فَلْيَتَوَضَّأْ»

“Barang siapa yang memegang farjinya, maka hendaknya ia berwudhu.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa’ (1/151), adapun hadits Abu Ayyub, Al Albani berkata, “Saya belum mengetahui isnadnya.” Al Irwa’ (1/151))

5. Memakan daging unta.

Hal ini berdasarkan hadits Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kami perlu berwudhu karena memakan daging kambing?” Beliau menjawab,

«إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ، وَإِنْ شِئْتَ فَلَا تَوَضَّأْ»

“Jika kamu mau silahkan berwudhu, dan jika kamu mau, boleh tidak berwudhu.”

Lalu orang itu bertanya lagi, “Apakah kami perlu berwudhu karena memakan daging unta?” Beliau menjawab,

«نَعَمْ فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ»

“Ya. Berwudhulah karena memakan daging unta.” (HR. Muslim).

6. Riddah (Murtad).

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ

“Dan barang siapa yang kafir setelah beriman, maka akan hapuslah amalnya.” (Terj. QS. Al Ma’idah: 5)

Demikian pula semua yang mengharuskan untuk mandi juga sama mengharuskan untuk wudhu, selain karena meninggal dunia.

Perbuatan yang mengharuskan wudhu

Ada beberapa perbuatan yang mengharuskan seseorang untuk berwudhu terlebih dahulu, yaitu:

1. Shalat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat tidaklah diterima tanpa bersuci, dan sedekah tidaklah diterima dari harta ghulul (khianat dalam ghanimah).” (HR. Muslim).

2. Thawaf di Baitullah, baik thawaf wajib maupun sunat.

Hal ini karena praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berwudhu terlebih dahulu, lalu berthawaf di Baitullah (sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari (1614) dan Muslim (1235)). Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

اَلطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاَةٌ إِلَّا أَنَّ اللهَ أَبَاحَ فِيْهِ الْكَلاَمَ

“Thawaf di Baitullah adalah shalat, hanyasaja Allah menghalalkan berbicara di sana.” (HR. Ibnu Hibban, Baihaqi, Hakim, ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz Dzahabi, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 121).

Demikian pula karena larangan Beliau shallalalhu ‘alaihi wa sallam kepada wanita yang haidh melakukan thawaf sampai suci (Lihat Shahih Bukhari no. 305 dan Shahih Muslim no. 1211).

3. Menyentuh mushaf secara langsung tanpa penghalang.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَا يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

“Tidak ada yang menyentuh Al Qur’an, kecuali orang yang suci.” (HR. Malik, Daruquthni, Baihaqi, Hakim dan ia menshahihkannya, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 122).

Sebagian ulama berpendapat, bahwa lafaz ‘thahir’ (orang yang suci) di sini adalah lafaz yang musytarak (mengandung banyak arti), bisa tertuju kepada orang yang suci dari hadats besar, orang yang suci dari hadats kecil, orang mukmin, dan orang yang tidak bernajis. Meskipun begitu, sebaiknya seseorang membacanya dalam keadaan suci dari hadats kecil apalagi dari hadats besar.

Perbuatan yang dianjurkan agar berwudhu terlebih dahulu

Ada beberapa perbuatan yang dianjurkan berwudhu terlebih dahulu, yaitu:

1. Ketika berdzikr dan membaca Al Qur’an.

Hal ini berdasarkan hadits Muhajir bin Qunfudz, ia berkata,

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ، فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ السَّلَامَ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ وُضُوئِهِ، قَالَ: «إِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ أَنْ أَرُدَّ عَلَيْكَ إِلَّا أَنِّي كُنْتُ عَلَى غَيْرِ وُضُوءٍ»

“Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat Beliau sedang berwudhu, lalu aku mengucapkan salam kepadanya, namun ia tidak menjawab salamku. Ketika Beliau telah selesai berwudhu, maka Beliau bersabda, “Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menjawab salammu, kecuali karena aku tidak berada di atas wudhu.” (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albani).

2. Ketika setiap kali hendak shalat.

Hal ini karena Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam rutin melakukannya sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu setiap kali shalat.” (HR. Bukhari)

3. Berwudhu bagi yang junub ketika hendak mengulangi jima’, atau ketika hendak tidur, makan, atau minum.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ، ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ، فَلْيَتَوَضَّأْ»

“Jika salah seorang di antara kamu mendatangi istrinya dan hendak mengulangi lagi, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim)

Demikian juga berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

«كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا، فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ، تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ»

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila junub dan hendak makan atau tidur, maka Beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat.” (HR. Muslim)

4. Berwudhu sebelum mandi.

Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

«كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ. ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ. ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ...

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mandi karena junub, maka Beliau memulai membasuh kedua tangannya, lalu menuangkan (air) dengan tangan kanannya ke tangan kirinya, kemudian membasuh farjinya, lalu berwudhu seperti wudhu untuk shalat...dst.” (HR. Muslim)

5. Ketika hendak tidur.

Hal ini berdasarkan hadits Al Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ، فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ...

“Apabila engkau mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah di atas rusukmu yang kanan...dst.” (HR. Bukhari)

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji’: Al Fiqhul Muyassar (Beberapa ulama, KSA), Al Wajiz (Dr. Abdul ‘Azhim bin Badawi), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.