بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Termasuk ajaran Islam yang agung yang banyak diremehkan oleh kaum muslimin adalah amar ma'ruf-nahi munkar atau mengajak kepada yang ma'ruf (yang diperintahkan Allah) dan mencegah kemungkaran (kemaksiatan).

Hukum Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar

Amar ma'ruf dan nahi munkar hukumnya wajib bagi setiap muslim yang mampu melakukannya. Namun wajibnya adalah wajib kifayah, yakni jika sudah ada yang melakukannya, maka yang lain tidak berdosa. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104).

Contoh-contoh Kemungkaran

Di zaman sekarang, zaman yang telah jauh dari zaman kenabian, keadaan masyarakat muslim banyak yang jauh dari ajaran agama Islam. Banyak terjadi kemungkaran di tengah-tengah mereka, baik kemungkaran dalam akidah, kemungkaran dalam ibadah, kemungkaran dalam akhlak, pergaulan dan penampilan, kemungkaran dalam adat kebiasaan, dan lain-lain.

Contoh kemungkaran dalam akidah adalah peribadatan kepada selain Allah, ruku dan sujud kepada selain Allah, berdoa kepada selain Allah, berkurban kepada selain Allah (seperti membuat sesaji), mendatangi dukun dan paranormal, memakai jimat, bersumpah atas nama selain Allah, menganggap ada yang mengetahui yang gaib selain Allah, dan sebagainya.

Contoh kemungkaran dalam ibadah adalah, meninggalkan beribadah (seperti meninggalkan shalat dan puasa), berbuat bid'ah dalam ibadah yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam baik dalam dzikr maupun dalam praktek ibadah.

Contoh kemungkaran dalam akhlak, pergaulan, dan penampilan adalah memiliki akhlak yang buruk, suka berdusta, berkhianat, ingkar janji, ghibah (menggunjing orang lain), namimah (mengadu domba), menghina orang lain, durhaka kepada orang tua, memutuskan tali silaturrahmi, bermusuhan, berduaan laki-laki dan perempuan, bersentuhan antara lawan jenis, laki-laki menyerupai wanita atau sebaliknya, membuka aurat seperti melepas jilbab, memajang foto wanita dalam keadaan terbuka aurat di berbagai tempat, memakai emas dan sutera bagi laki-laki, mentato, menyambung rambut dengan rambut palsu, berjudi, dan lain-lain.

Sedangkan contoh kemungkaran dalam adat kebiasaan adalah mengadu ayam atau hewan lainnya, acara nujuh bulan, mandi kembang di tengah malam, dan sebagainya.

Urgensi Amar-Ma'ruf dan Nahi Munkar

Kemungkaran-kemungkaran ini jika dibiarkan, maka akan menjadi budaya, sehingga budaya masyarakat menjadi rusak. Kalau keadaan masyarakat sudah rusak, maka berarti mereka siap mendapatkan hukuman dari Allah Azza wa Jalla. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوْا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ

"Sesungguhnya manusia apabila melihat orang yang berbuat zalim, namun tidak mereka cegah, maka Allah bisa saja segera menimpakan hukuman secara merata kepada mereka."  (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 1973).

وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوْشِكُنَّ اللهُ يَبْعَثُ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ

"Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya. Kamu harus melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar, atau jika tidak, Allah bisa segera menimpakan azab dari sisi-Nya dan ketika kamu berdoa tidak dikabulkan-Nya." (HR. Tirmidzi, ia berkata, "Hadits hasan.")

Sudah menjadi maklum, bahwa sebuah rumah ketika tidak diurus dan tidak dibersihkan dari kotoran dan sampah, maka lambat laun rumah itu menjadi tidak layak dihuni karena debunya sudah menebal, udaranya tidak baik, tempatnya menjadi bau, tersebar di sana kuman dan wabah penyakit. Demikian pula suatu kaum, jika kemungkaran dibiarkan, yang ma'ruf tidak diperintahkan, maka keadaan mereka  menjadi rusak dan buruk, tidak tahu mana yang ma'ruf dan mana yang mungkar. Ketika itulah, mereka tidak cocok lagi untuk hidup di bumi Allah ini.

Saudaraku kaum muslimin, inginkah negeri yang kita tempati mendapatkan keridhaan dan keberkahan dari Allah atau menjadi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, langitnya menurunkan hujan dan buminya menumbuhkan tanaman-tanaman. Tidak ada cara untuk memperolehnya selain mengikuti seperti yang Allah Subhaanahu wa Ta'ala firmankan,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

"Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al-A'raaf: 96).

Sekarang kita lihat keadaan masyarakat kita, sangat jauh dari ketakwaan dan banyak bergelimang di atas kemaksiatan, dan tidak ada cara untuk mengembalikan mereka kepada ketakwaan kecuali dengan membudayakan amar ma'ruf dan nahi mungkar, yaitu dengan mengajak dan mengingatkan mereka kepada ketaatan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Tentunya dengan cara yang baik.

Adab Beramar Ma'ruf dan Bernahi Munkar

Berikut ini beberapa adab yang perlu diperhatikan dalam melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar:

  • Memiliki niat yang ikhlas. Oleh karena itu, tidak ada niat dalam hatinya untuk menjatuhkan saudaranya.
  • Memiliki ilmu, yakni bahwa yang diperintahkannya adalah benar-benar perkara yang ma'ruf menurut syara' (ada dalilnya), sebagaimana yang dilarangnya adalah perkara yang munkar menurut syara'.
  • Hendaknya ia bersikap wara’, yakni tidak mengerjakan perkara munkar yang hendak dicegahnya serta tidak meninggalkan perkara ma'ruf yang hendak diperintahkannya (terutama hal-hal yang wajib, jangan sampai ia meninggalkannya). Misalnya ia menyuruh orang lain melaksanakan shalat berjama'ah, namun dirinya meninggalkannya.
  • Hendaknya ia berakhlak mulia, sabar memikul sikap kasar dari orang lain, menyuruh dengan lemah lembut, demikian juga melarang dengan lemah lembut. Ia tidak marah dan dendam ketika mendapatkan gangguan dari orang yang dilarangnya, bahkan ia bersabar dan memaafkan. Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik, cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu, termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Terj. QS. Luqman: 17)

  • Jangan sampai untuk mengetahui kemungkaran ia melakukan tajassus (memata-matai), karena tidak dibenarkan mengetahui hal yang mungkar dengan cara memeriksa dan memata-matai, (lihat QS. Al Hujurat: 11).
  • Sebelum melakukan amr ma’ruf dan nahy mungkar, hendaknya ia memberitahukan dahulu perkara yang ma’ruf, karena mungkin orang tersebut meninggalkannya disebabkan ketidaktahuan, atau ia memberitahukan bahwa perkara tersebut adalah mungkar, karena bisa jadi, orang yang diingkarinya menyangka perbuatannya bukan munkar.
  • Hendaknya ia bersikap bijak (hikmah). Oleh karena itu, ia mengingkari perkara yang lebih mungkar dahulu, kemudian kemungkaran yang berada di bawahnya. Demikian pula memperhatikan maslahat dan mafsadat yang mungkin timbul. Jika setelah diingkari akan timbul kemungkaran yang lebih besar, maka dia tahan.
  • Dalam beramr ma’ruf dan bernahy mungkar hendaknya ia gunakan cara yang lebih ringan dahulu, menasihatinya dengan kata-kata yang dapat menyentuh perasaannya seperti menyebutkan ayat atau hadits yang isinya targhib (dorongan) dan tarhib (ancaman). Jika tidak berhasil, maka dengan cara di atasnya (agak tegas). Jika tidak berhasil juga, maka dengan tangannya –hal ini jika kita memiliki kekuasaan terhadapnya-. Namun jika tidak mampu melakukan hal itu, kita bisa meminta bantuan kepada saudara kita atau pemerintah. Jika ia tidak mampu merubah kemungkaran dengan tangan dan lisannya karena mungkin ia mengkhawatirkan keadaan dirinya, hartanya atau kehormatannya, ia pun tidak kuat bersabar menghadapi ancaman, maka ia wajib mengingkari meskipun dengan hatinya.

Bahaya Meninggalkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar

Allah Subhaanahu wa Ta'ala memerintahkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar karena jika ditinggalkan mengakibatkan berbagai macam mafsadat, di antaranya:

  1. Keadaan umat menjadi rusak dan jauh dari ajaran agama.
  2. Umat menjadi siap mendapatkan hukuman.
  3. Mirip dengan orang-orang Yahudi karena mereka meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar sehingga mendapatkan laknat, (lihat QS. Al-Ma'idah: 78-79).
  4. Budaya masyarakat menjadi rusak.
  5. Ilmu agama menjadi hilang, sehingga perkara yang mungkar menjadi ma'ruf, dan yang ma'ruf dianggap mungkar oleh masyarakat.
  6. Sudah maklum bagi kita, bahwa penyakit jika dibiarkan dan tidak segera diobati, maka akan menjalar di tubuh dan menjadi sulit diobati. Demikian pula kemungkaran, jika ditinggalkan dan tidak diingkari, maka lambat laun manusia akan biasa mengerjakannya dan menjadi sulit diperbaiki. Tidak perlu jauh-jauh contohnya, ketika sebagian wanita muslimah melepaskan jilbabnya, lalu tidak diingkari, maka semakin banyak yang melakukannya, sehingga perbuatan yang mungkar ini menjadi biasa di tengah-tengah kaum musllimah.
  7. Mengakibatkan kemunduran kaum muslimin.

Dengan demikian, amar ma'ruf dan nahi munkar ini tidak patut ditinggalkan hanya karena toleransi atau menghargai orang lain, karena jika ditinggalkan akan mengakibatkan banyak bahaya seperti yang disebutkan sebagiannya di atas. Bagaimana menurut Anda, jika ada seseorang yang menempuh perjalanan ke tempat berbahaya, tidakkah Anda perlu mengingatkannya? Dan hendaknya orang yang diingatkan menyadari hal ini.

Wallahu 'alam, wa shallallahu 'alaa Nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa