بسم الله الرحمن الرحيم

Musibah yang menimpa negeri kita datang silih berganti, terkadang berupa angin ribut, banjir besar, gempa bumi, tanah longsor, kemarau panjang, gunung meletus, kebakaran dan lain-lain. Namun sangat disayangkan, manusia memandang hal tersebut sebagai bencana biasa yang sama menimpa generasi sebelum mereka. Mereka mengatakan seperti yang dikatakan generasi sebelum mereka:

"Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasakan penderitaan dan kesenangan" (terj. Al A’raaf: 95)

Mereka melihat sebatas zhahirnya, tanpa melihat di balik semua itu dan tanpa menjadikannya sebagai pelajaran, sehingga mereka masih tetap berada di atas maksiat dan penyimpangan –wal ‘iyaadz billah-. Padahal, musibah yang menimpa secara umum adalah karena maksiat yang dikerjakan, karena meninggalkan kewajiban agama, beralih mengerjakan larangan-larangannya dan melanggar batasan-batasannya. Di dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

يَامَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ! خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ: لَمْ تَظْهَرَ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ. حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا، إِلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقَصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ، إِلاَّ أثخِذَوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّة الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ، إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ، وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمَطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوِلِهِ، إِلاَّ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْهِمْ عَدُوّاً مِنء غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَافِي بأَيْدِيِهمْ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ، وَيَتَخَّيُروا ممَّا أَنْزَلَ اللهُ، إِلاَّ جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

"Wahai kaum Muhajirin! Ada lima perkara yang apabila menimpa kalian, dan aku berlindung kepada Allah agar kalian tidak mengalaminya, yaitu: tidaklah perbuatan keji (zina) tampak di suatu kaum, kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha'un dan penyakit-penyakit yang belum pernah dialami para pendahulu mereka. Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan ditimpa kemarau panjang, kesulitan pangan dan kezaliman penguasa. Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali hujan dari langit akan dihalangi turun kepada mereka, kalau bukan karena (rahmat Allah) kepada hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan diberi hujan. Tidaklah mereka melanggar perjanjian dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menguasakan atas mereka musuh dari luar mereka dan mengambil apa yang mereka miliki. Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan enggan memilih apa yang diturunkan Allah, melainkan Allah akan mengadakan peperangan di antara mereka." (HR. Ibnu Majah, dan dihasankan oleh Al Albani)

Ketahuilah! Sesungguhnya dalam musibah terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah agar manusia kembali kepada-Nya, bertobat dan menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat yang selama ini mereka kerjakan berupa syirk (peribadatan kepada selain Allah) dan maksiat-maksiat lainnya seperti meninggalkan shalat, enggan membayar zakat, merajalelanya zina, perjudian, riba, meminum khamr, mengurangi takaran dan timbangan, mengumbar aurat bagi wanita, dsb. Ingat! Jika sudah seperti ini keadaannya, dan orang-orang yang memiliki kemampuan membiarkannya, maka berarti negeri tersebut sudah siap menerima hukuman baik dari langit maupun dari bawah bumi (seperti gempa bumi, tanah longsor, dsb.):

Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu  atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan)  dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.” (terjemah Al An’aam: 65)

Abus Syaikh Al Ashbahaaniy meriwayatkan  dari Mujahid tentang tafsir ayat ini:

Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu

yaitu halilintar, hujan batu dan angin topan.

atau dari bawah kakimu

yaitu gempa dan tanah longsor.

Ibnu Abid Dunyaa meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ia bersama orang yang lain pernah masuk menemui Aisyah, lalu orang lain itu berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul mukminin, ceritakanlah kepada kami tentang gempa?” Maka Aisyah menjawab, “Jika mereka menganggap halal zina, meminum khamr (minuma keras), memainkan musik, maka Allah Azza wa Jalla yang berada di atas langit cemburu dan berkata kepada bumi, “Goncangkanlah untuk mereka, jika mereka bertobat dan berhenti dari maksiat, (maka biarkanlah), namun jika mereka tidak mau maka binasakanlah mereka.” Orang itu pun berkata, “Wahai Ummul mukminin, apakah hal tersebut sebagai azab bagi mereka?” Aisyah menjawab, “Bahkan nasehat dan rahmat bagi kaum mukminin, dan siksaan, azab serta kemurkaan untuk orang-orang kafir.” (Al Jawaabul Kaafiy hal. 87-88)

Gempa bumi termasuk tanda kecil hari kiamat

Di samping yang telah dijelaskan di atas, perlu diketahui juga bahwa gempa bumi merupakan tanda kecil hari kiamat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ ، وَتَكْثُرَ الزَّلاَزِلُ ، وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ ، وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ ، وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ

“Tidak akan tegak hari kiamat, sampai ilmu dicabut (dengan sedikitnya para ulama), banyaknya gempa bumi, mendekatnya waktu, timbulnya berbagai macam fitnah serta banyaknya pembunuhan.” (HR. Bukhari)

Sikap dan pandangan seorang muslim ketika terjadi gempa

q Hendaknya ia senantiasa bergantung kepada Allah, menyadari bahwa kebaikan atau nikmat yang diperolehnya berasal dari sisi Allah, sedangkan musibah yang menimpanya adalah karena dosa-dosanya, dan Allah memaafkan sebagian besarnya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

Dan apa saja musibah yang  menimpa  kamu  maka  adalah  disebabkan  oleh perbuatan  tanganmu  sendiri,  dan  Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)  (terj. Asy Syuuraa: 30)

q Kewajiban kita ketika terjadi bencana ini adalah segera kembali bertobat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, sebagaimana firman-Nya:

“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan setan pun menampakkan bagus kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan.” (Terj. Al An’aam: 43)

q Semua musibah seharusnya membekas di hati seorang muslim, menjadikannya ingat kepada Allah, menghidupkan hatinya, serta memperbarui keimanannya, juga membuatnya mensyukuri nikmat-nikmat-Nya dan berlindung kepada-Nya dari siksa dan kemurkaan-Nya.

q Musibah yang Allah berikan adalah nasehat dan rahmat bagi kaum mukmin dan untuk menggugurkan dosa mereka. Adapun bagi orang-orang bkafir adalah sebagai siksaan dan azab serta kemurkaan.

q Seorang muslim yang tertimpa musibah, jika ia seorang yang salih, maka cobaan itu menghapuskan kesalahan-kesalahan yang lalu dan mengangkat derajatnya. Namun jika ia seorang pelaku maksiat, maka cobaan itu akan menghapuskan dosa-dosanya dan sebagai peringatan terhadap bahaya dosa-dosa itu. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

"Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada Allah)." (Terj. Al A'raaf: 168)

Yakni agar kembali beribadah kepada Allah, mengingat-Nya dan bersyukur terhadap nikmat-Nya.

Ibnul Qayyim berkata, "Kalau tidak karena cobaan dan musibah dunia, niscaya manusia terkena penyakit kesombongan, ujub (bangga diri) dan kerasnya hati. Padahal sifat-sifat ini merupakan kehancuran baginya di dunia maupun akhirat. Di antara rahmat Allah, kadang-kadang manusia tertimpa musibah yang menjadi pelindung baginya dari penyakit-penyakit hati dan menjaga kebersihan ibadahnya. Mahasuci Allah Yang merahmati manusia dengan musibah dan ujian."

q Gempa bumi dan semisalnya merupakan salah satu cara  Allah Subhaanahu wa Ta'aala menakuti hamba-hamba-Nya. Dia berfirman, “Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (terj. Al Israa’: 59)

q Perlu diketahui, bahwa gempa bumi dan bencana alam lainnya terdapat bukti yang jelas akan kekuasaan Allah dan lemahnya orang-orang yang menyombongkan diri, betapa pun mereka diberikan kekuatan yang tangguh.

Adapun kaum 'Aad, mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata: "Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari kami?" dan apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) kami-. (terj. Fushshilat: 15-16)

Bagaimana tidak terdapat bukti yang jelas terhadap kekuasaan Allah, hanya beberapa detik saja gempa bisa memusnahkan ratusan juta manusia, dan di sana terdapat pelajaran berharga bagi kita. Hal ini baru gempa biasa, lalu bagaimanakah jika gempa pada hari kiamat?

Nasihat seputar gempa

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata dalam risalahnya “Nashiihah haulaz zalaazil”,

“Oleh karena itu wajib hukumnya bagi kaum muslimin yang mukallaf dan lainnya untuk bertobat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, beristiqamah di atas agama-Nya serta berhati-hati terhadap setiap larangan-Nya berupa syirk dan maksiat lainnya sehingga mereka selamat dari seluruh bahaya dunia dan akhirat, serta agar Allah menghilangkan semua bencana yang menimpa mereka dan melimpahkan segala macam kebaikan, sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala,

Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan  itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (terjemah Al A’raaf: 96)

Al ‘Allaamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pada saat tertentu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberi ijin kepada bumi untuk bernafas, maka terjadilah gempa yang dahsyat dari peristiwa itu, lalu timbullah rasa takut pada diri hamba-hamba Allah, bertobat dan berhenti dari perbuatan maksiat serta sikap tunduk kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala disertai rasa penyesalan, sebagaimana dikatakan sebagian ulama salaf, ketika terjadi gempa “Sesungguhnya Tuhan kalian menegur kalian”. Umar bin Al Khaththab radhiyallahu 'anhu pernah pernah berkata ketika terjadi gempa di Madinah dalam khutbah dan nasehatnya, “Jika terjadi lagi gempa, saya tidak akan mengijinkan kalian tinggal di situ.”

Oleh karena itu, kewajiban kita ketika terjadi gempa dan ayat-ayat Allah lainnya seperti gerhana, angin ribut dan banjir adalah dengan bertobat kepada Allah, tunduk kepada Allah dan meminta keselamatan kepada-Nya, serta memperbanyak dzikr dan istighfar, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,

فَإِذاَ رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَافْزَعُوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ

“Jika kamu melihat hal itu, maka segeralah berdzikr kepada Allah, berdo’a dan beristighfar kepada-Nya.” (HR. Bukhari no. 999 dan Muslim no. 1518)

Dianjurkan juga menyayangi kaum fakir miskin dan bersedekah kepada mereka, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,

اِرْحَمُوْا تُرْحَمُوْا

 “Sayangilah, niscaya kamu akan disayang.” [HR. Ahmad no. 6255]

اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ اِرْحَمُوْا مَنْ فِى اْلأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

“Orang-orang yang menyayangi akan disayang Ar Rahman (Allah). Sayangilah orang yang ada di bumi, niscaya yang di atas langit (Allah) akan menyayangimu.” [HR. Tirmidzi no. 1847]

Disebutkan dalam riwayat, bahwa Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullah, pernah menuliskan surat kepada pemerintah daerah ketika terjadi gempa agar mereka bersedekah.” (Dari Nashihah Haulaz Zilzal oleh Syaikh Ibnu Baz)

Wallahu a’lam wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraaji’: Nashiihah haulaz zalaazil (Syaikh bin Baz), Az Zilzaal ‘ibrah wa ‘izhah (Syaikh M. bin Abdillah Al Hadban), Majalah As Sunnah edisi 04/X/1427H/2006M dll.