بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut pembahasan lanjutan tentang fiqih shalat Jumat, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Wajibnya Shalat Jum’at

Para ulama sepakat, bahwa shalat Jumat hukumnya fardhu ‘ain, dan jumlahnya dua rakaat, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang beriman! Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Demikian juga berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«نَحْنُ الآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، ثُمَّ هَذَا يَوْمُهُمُ الَّذِي فُرِضَ عَلَيْهِمْ، فَاخْتَلَفُوا فِيهِ، فَهَدَانَا اللَّهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيهِ تَبَعٌ اليَهُودُ غَدًا، وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ»

“Kita adalah umat terakhir namun terdahulu (diberi keputusan) pada hari Kiamat, hanya saja mereka diberi kitab sebelum kita, dan sebenarnya hari inilah yang diwajibkan kepada mereka (memuliakannya), namun mereka berselisih, lalu Allah menunjuki kita, maka orang-orang sebelum kita mengikuti kita; orang-orang Yahudi besok, sedangkan orang-orang Nasrani esok lusa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda terhadap orang-orang yang meninggalkan shalat Jumat,

«لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ رَجُلًا يُصَلِّي بِالنَّاسِ، ثُمَّ أُحَرِّقَ عَلَى رِجَالٍ يَتَخَلَّفُونَ عَنِ الْجُمُعَةِ بُيُوتَهُمْ»

“Aku hendak memerintahkan seseorang shalat mengimami manusia, lalu aku bakar rumah-rumah orang-orang yang tidak shalat Jumat.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar radhiyallahu 'anhum, bahwa keduanya mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda di atas tangga mimbarnya,

«لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ، أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ، ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ»

“Hendaknya orang-orang berhenti meninggalkan shalat Jumat atau Allah akan menutup hati mereka sehingga mereka menjadi orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim, Ahmad, dan Nasa’i dari hadits Ibnu Umar dan Ibnu Abbas)

Dari Abul Ja’d Adh Dhamriy yang juga sebagai sahabat Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam, bahwa Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam bersabda,

«مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا، طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ»

“Barang siapa yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali karena meremehkan, maka Allah akan mengecap hatinya.” (HR. Lima Ahli Hadis, Ahmad, dan Ibnu Majah dari hadits Jabir, dishahihkan oleh Ibnus Sakan)

Orang Yang Berkewajiban Shalat Jumat dan Orang Yang Tidak Diwajibkan Shalat Jum'at

Shalat Jumat wajib bagi seorang muslim yang merdeka, berakal, baligh, mukim, dan mampu mendatanginya tanpa adanya udzur yang membolehkan untuk tidak mendatanginya.

Adapun mereka yang tidak diwajibkan shalat Jum'at adalah:

  1. Wanita,
  2. Anak-anak,

Keduanya telah disepakati para ulama tentang tidak wajibnya shalat Jumat bagi mereka.

  1. Orang sakit yang kesulitan berangkat ke masjid, atau khawatir bertambah sakitnya, atau lama sembuhnya atau jadi tertunda sembuhnya.

Termasuk juga orang yang merawatnya, sedangkan tugas itu tidak bisa diserahkan kepada yang lain.

Dari Thariq bin Syihab radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shalllallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً: عَبْدٌ مَمْلُوكٌ، أَوِ امْرَأَةٌ، أَوْ صَبِيٌّ، أَوْ مَرِيضٌ

“Shalat Jumat itu wajib atas setiap muslim dengan berjamaah kecuali empat orang, yaitu: budak, wanita, anak-anak, dan orang sakit.” (HR. Abu Dawud. Imam Nawawi berkata, “Isnadnya shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim.” Al Hafizh berkata, “Dishahihkan oleh lebih dari seorang.” Ia juga berkata, “Apabila telah sahih bahwa Thariq bertemu Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka ia adalah seorang sahabat menurut pendapat yang rajih (kuat), dan jika telah shahih bahwa ia tidak mendengar dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam maka riwayatnya adalah mursal sahabi, dan diterima menurut pendapat yang rajih.”)

  1. Musafir.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi shalllallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

لَيْسَ عَلَى الْمُسَافِرِ جُمُعَةٌ

“Bagi Musafir tidak berkewajiban shalat Jumat.” (HR. Daruquthni)

Menurut Syaikh Sayyid Sabiq, bahwa apabila musafir telah singgah saat shalat Jum'at dilaksanakan, maka menurut kebanyakan Ahli Ilmu tidak wajib shalat Jum'at, karena Nabi shalllallahu alaihi wa sallam pernah bersafar, lalu Beliau tidak shalat Jum'at; bahkan Beliau melakukan shalat Zhuhur dan Ashar dengan dijamak taqdim (di awal waktu) dan tidak melakukan shalat Jum'at. Hal yang sama juga dilakukan oleh para khulafa rasyidin dan lainnya.

  1. Orang yang berutang yang keadaannya kesusahan, dimana dirinya khawatir ditahan, serta orang yang bersembunyi dari pemimpin yang zalim.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi shalllallahu alaihi wa sallam bersabda,

«مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ، فَلَا صَلَاةَ لَهُ، إِلَّا مِنْ عُذْرٍ»

“Barang siapa yang mendengar azan, namun ia tidak mau mendatangi, maka tidak ada shalat baginya kecuali jika ada uzur.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)

  1. Seorang yang beruzur yang diberi keringanan untuk tidak menghadiri shalat berjamaah.

Uzur di sini misalnya hujan, jalan berlumpur, udara dingin, dsb.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa ia pernah berkata kepada muazinnya pada hari ketika hujan lebat, “Apabila engkau mengucapkan “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, ” maka jangan ucapkan, “Hayya alash shalah.” Ucapkanlah “Shalluu fii buyutikum,” (artinya: shalatlah di rumah kalian). Ketika itu manusia menganggap aneh hal itu, maka Ibnu Abas berkata, “Hal ini telah dikerjakan oleh orang yang lebih baik dariku (maksudnya Nabi Muhammad shalllallahu alaihi wa sallam). Sesungguhnya shalat Jumat adalah kewajiban, dan aku tidak ingin membuat kalian keluar berjalan di lumpur dan jalan licin.”

Dari Abu Malih, dari ayahnya, bahwa ia hadir bersama Nabi shalllallahu alaihi wa sallam pada saat perjanjian Hudaibiyah di hari Jumat, lalu mereka diguyur hujan, namun tidak membuat basah bagian bawah sandal mereka, maka Beliau menyuruh mereka melakukan shalat di tempatnya masing-masing. (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)

Mereka yang disebutkan di atas tidak wajib shalat Jumat, namun harus melakukan shalat Zhuhur, dan jika di antara mereka ada yang shalat Jumat, maka sah shalat Jumatnya dan gugur kewajiban shalat Zhuhur.

Bahkan kaum wanita pernah hadir di masjid di zaman Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam dan ikut shalat Jumat bersama Beliau.

Catatan :

Menurut Syaikh Al Albani rahimahullah, hadits Abu Malih itu menunjukkan bahwa kejadian itu terjadi ketika safar, dan sudah maklum bahwa tidak ada kewajiban Jumat ketika safar, sehingga hadits tersebut tidaklah menunjukkan bahwa hujan termasuk uzur meninggalkan shalat Jumat, bahkan hanya sebagai uzur meninggalkan shalat jamaah (sebagaimana beliau terangkan dalam Tamamul Minnah).

Waktu Shalat Jum'at

Jumhur (mayoritas) para sahabat dan tabi’in berpendapat, bahwa waktu shalat Jumat adalah waktu Zhuhur. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Ahmad, Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Baihaqi dari Anas radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shalllallahu alaihi wa sallam shalat Jumat setelah matahari bergeser (ke barat; tiba waktu Zhuhur).

Dalam riwayat Ahmad dan Muslim, bahwa Salamah bin Al Akwa berkata, “Kami pernah shalat Jumat bersama Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam saat matahari bergeser (ke barat), lalu kami mencari-cari bayangan.

Imam Bukhari berkata, “Waktu shalat Jumat adalah ketika matahari tergelincir (ke barat dari tengah langit).”

Demikian pula diriwayatkan dari Umar, Ali, An Nu’man bin Basyir, dan Umar bin huraits radhiyallahu 'anhum.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Nabi shalllallahu alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan para pemimpin setelahnya melakukan shalat Jumat setelah matahari bergeser.”

Ulama madzhab Hanbali dan Ishaq berpendapat, bahwa waktu shalat Jumat dari awal waktu shalat Ied sampai akhir waktu Zhuhur. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, dan Nasa’i  dari Jabir ia berkata, “Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam shalat Jumat, lalu kami pergi mendatangi unta-unta kami dan kami istirahatkan setelah matahari bergeser.”

Dalam hadits ini terdapat ketegasan, bahwa mereka melakukan shalat Jumat sebelum matahari tergelincir.

Dalil lainnya adalah atsar (riwayat) Abdullah bin Sayyidan As Silmiy radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Aku shalat Jum'at bersama Abu Bakar. Ketika itu khutbah dan shalatnya sebelum tiba pertengahan siang, lalu aku hadir shalat Jumat bersama Umar. Ketika itu shalat dan khutbahnya kira-kira di pertengahan siang. Aku juga shalat Jumat bersama Utsman. Saat itu, shalat dan khutbahnya setelah matahari bergeser. Selama itu, aku tidak pernah melihat ada orang yang mencela dan mengingkarinya.” (Diriwayatkan oleh Daruquthni dan Imam Ahmad dalam riwayat putranya Abdullah, dimana ia berhujjah dengannya seraya berkata, “Demikian pula diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Jabir, Sa’id, dan Mu’awiyah, bahwa mereka shalat sebelum matahari tergelincir (sebelum Zhuhur), dan tidak ada yang mengingkari, sehingga menjadi ijma.”)

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah, bahwa ia pernah shalat bersama Abu Bakar dan Umar saat matahari tergelincir (setelah tiba waktu Zhuhur), dan isnadnya kuat.

Namun jumhur ulama mengomentari, bahwa hadits Jabir di atas maksudnya bersegera melakukan shalat Jum'at namun setelah matahari tergelincir (ke barat) tanpa menundanya hingga cuaca sejuk, dan bahwa shalat serta mengistirahatkan unta terjadi setelah matahari tergelincir.

Mereka juga mengomentari atsar Abdullah bin Sayyidan, bahwa atsar itu dhaif. Al Hafizh berkata, “Seorang tabi’in besar namun tidak diketahui keadilannya.” Ibnu Addiy berkata, “Seperti seorang yang majhul.” Imam Bukhari berkata, “Tidak dimutaba’ahkan haditsnya dan bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat.”

Namun menurut Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah terkait atsar Ibnu Sayidan, bahwa telah meriwayatkan darinya empat orang yang tsiqah, dan ia juga disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat (5/31), demikian pula oleh Al Ijilliy dalam Ats Tsiqat (258/820). Menurut Syaikh Al Albani, bahwa ia adalah seorang yang hasan haditsnya menurut jalan sebagian ulama seperti Ibnu Rajab dan lainnya.”

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah, bahwa ia pernah shalat bersama Abu Bakar dan Umar saat matahari tergelincir, dan isnadnya kuat.

Menurut penulis, bahwa waktu shalat Jumat adalah waktu shalat Zhuhur dan boleh sebelum tiba waktu Zhuhur sebagaimana yang telah disebutkan dalilnya, wallahu a’lam,

Bersambung…

Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam walhamdulillahi Rabbil alamin.

Marwan bin Musa

Maraji’ : Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Tamamul Minnah (M. Nashiruddin Al Albani), Subulus Salam (Imam Ash Shan'ani), dll.